Studi Baru: Berpikir Positif Belum Tentu Hasilnya Lebih Positif

realistis adalah
Foto: www.stocksy.com

Breakingnews: menurut sebuah penelitian baru, menjadi seseorang yang selalu optimis atau pesimis sepanjang masa bukanlah cara terbaik menghadapi hidup. Melainkan, menjadi realistis adalah kuncinya. Aha!

Apa yang Diteliti oleh Studi Ini?

Selama 18 tahun, peneliti dari Universitas Bath dan London School of Economics and Political Science mengecek setiap secara anual 1.600 partisipan di Inggris, untuk menginvestigasi pola pikir seperti apa yang memberikan hasil yang paling baik.

Untuk melakukan ini, para ilmuwan tersebut mengajukan sejumlah pertanyaan tentang kepuasan hidup dan kesehatan mental secara keseluruhan para partisipan. Selama belasan tahun itu juga, kondisi keuangan mereka diperhatikan, sekaligus dengan impian mereka dalam hal finansial. Ini merupakan sebuah cara untuk mengukur harapan mereka dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kesejahteraan mereka.

Hasilnya? Para realis berada di urutan teratas. Uh-uh, bukan mereka yang terlalu positif. FYI, para peneliti ini memperkirakan hampir 80% partisipan adalah orang yang “optimis tidak realistis”.

Bagaimana dengan mereka yang pesimis? Bertentangan dengan anggapan bahwa memiliki harapan rendah membuat kita tidak terlalu kecewa, para partisipan yang pesimis juga tidak memiliki hasil yang lebih baik.

Untuk kamu yang butuh diingatkan, realis adalah mereka yang tidak berasumsi terbaik atau terburuk yang akan terjadi. Mereka merencanakan sesuatu berdasarkan bukti-bukti nyata yang ada di depan mereka.

Pesimis versus Optimis versus Realis?

Berdasarkan penemuan ini, disimpulkan bahwa menjadi realistis atas harapan menghasilkan hasil yang lebih positif dibandingkan selalu positif sepanjang waktu. (Melirik toxic positivity dengan penuh arti.)

Pasalnya, masalah akan dirasakan oleh para optimis sejati ketika harapan mereka tidak terwujud. Sementara, untuk para pesimis dari bayi, kerumitan muncul ketika mereka tidak menyadari kesuksesan atau kebaikan datang ke dalam hidup mereka. Sementara untuk para realis, harapan mereka… hmmm… yah, realistis.

Profesor Chris Dawson, Ph.D, salah satu penulis penelitian tersebut, mengatakan hasil penelitian ini bisa membuat lega banyak orang. Karena artinya, kita tidak perlu jungkir balik atau mati-matian untuk selalu memiliki pikiran positif.

“Kami melihat menjadi realistis terhadap masa depan dan membuat keputusan yang baik berdasarkan bukti bisa menghasilkan rasa kesejahteraan, tanpa harus membenamkan diri pada rasa positif yang tidak ada akhirnya,” katanya.

Eits, jangan sampai ini tidak membuat para optimis menjadi pesimis. Atau, para pesimis menjadi lebih pesimis, ya. Melainkan, mungkin kita juga perlu belajar untuk memiliki harapan dan melakukan tindakan yang realitis. (Kembali melirik toxic positivity dengan penuh arti dan makna.)

Selanjutnya: Berbicara tentang realistis, saat ini kita sedang berada di dalam masa pandemi, sehingga perlu realistis menggunakan toilet publik. Jadi, selalu lakukan hal ini.

error: Konten dilindungi !!