Dari sekian banyak pertanyaan tentang hubungan intim, mungkin kamu penasaran apakah benar seiring dengan bertambahnya usia maka hal tersebut dapat menurunkan frekuensi berhubungan seksual. Kemudian bagaimana jika ingin meningkatkannya?
Untuk itu, LIMONE pun menghubungi Rena Masri, S. Psi, M. Si, Psikolog, Psikolog Klinis Dewasa dari Q Consulting untuk mencari tahu jawabannya. Simak artikel ini sampai habis jika kamu tertarik untuk meningkatkan hubungan intim dengan pasangan.
Apa Itu Hubungan Intim?

Rena menjelaskan, “hubungan intim atau hubungan seksual yang dilakukan antara suami dan istri dalam wadah pernikahan, merupakan salah satu fondasi untuk memperoleh pernikahan yang berkualitas,” ujarnya,
Robert Sternberg menuturkan bahwa cinta didasari oleh 3 komponen, yakni intimacy, passion, dan komitmen.
“Nah passion di sini itu salah satunya adalah hubungan seksual. Jadi kalau pernikahan itu berkualitas yang didasarkan oleh cinta satu sama lain, itu berarti saling menghargai, menyayangi, dan respect. Dan passion ini harus dijaga, salah satunya adalah dengan hubungan seksual,” lanjutnya.
Jadi kalau misalnya pasangan suami-istri melakukan hubungan intim dengan nyaman, pasti akan memengaruhi kualitas pernikahan itu sendiri. Tidak hanya itu, hubungan intim ini juga sebenarnya perlu didasaran oleh adanya seksual intimacy yang kuat.
Apakah Hubungan Seksual Ini Hanya Sekadar Kewajiban?

“Pada saat pasangan melakukan hubungan seksual, kedua belah pihak akan sama-sama merasa bahagia, nyaman, dan terpuaskan. Hal tersebut disebabkan karena kedua belah pihak merasa dimengerti dan dihargai. Jadi pada akhirnya hubungan seksual itu bukan hanya sekedar kewajiban tapi bisa dinikmati oleh kedua belah pihak,” jelasnya.
“Kalau kewajiban itu kesannya kita hanya melakukannya karena terpaksa. Walau misalnya memang sebagian orang menganggap itu kewajiban, tapi bagaimana kita bisa melakukan kewajiban itu dengan cara yang menyenangkan,” tambah Rena.
Rena menuturkan bahwa ini sama halnya dengan orang tua yang wajib untuk mengasuh serta mendidik anak-anaknya.
“Tapi bagaimana cara orang tua bisa mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan cara yang menyenangkan. Sehingga akhirnya orang tua menjadi bahagia dan anak juga bahagia, serta pola asuhnya dapat terbentuk dengan baik,” katanya.
Begitu juga dengan hubungan seksual, jika suami-istri bisa mengembangkan sexual intimacy yang baik dan melakukannya dengan nyaman, maka pernikahan pun akan lebih berkualitas.
Lantas, apakah hubungan intim akan berpengaruh pada emosi dan psikologis seseorang?
Ketika pasangan suami-istri melakukan hubungan seksual dengan berkualitas dan membahagiakan dua belah pihak, “tentunya ini akan meningkatkan intimacy,” jawab Rena.
“Kita merasa dimengerti dan dihargai sehingga akan menimbulkan perasaan lebih dekat dan lebih sayang kepada pasangan. Jadi kualitas hubungan seksual tentunya memengaruhi sisi emosional atau psikologis kedua belah pihak,” jawabnya.
Bagaimana Jika Tidak Merasa Bergairah Ketika Melakukan Hubungan Intim?

Saat suami dan istri merasa tidak bergairah, tentu hal ini harus dicari tahu penyebabnya.
“Penyebabnya pun bisa sangat bervariatif antar pasangan. Bisa jadi memang intimacy-nya kurang terbangun, tidak merasa disayang, atau tidak merasa bahagia dengan pernikahannya. Hal ini akan memengaruhi kualitas hubungan seksual itu sendiri,” papar Rena.
Selain itu, bisa juga tidak adanya keterbukaan dan komunikasi yang dilakukan tidak berjalan dengan lancar. Sehingga suami atau istri sebenarnya tidak mengetahui harapan mereka ketika melakukan hubungan intim tersebut.
“Jadi harus dicari terlebih dahulu penyebabnya apa sehingga tidak bergairah, baru dicari alternatif solusi dari masalah yang ada. Sehingga nantinya intimacy akan terbangun, merasa dekat, disayang, dan dihargai. Serta pada akhirnya terbentuk kedekatan yang baik dan memunculkan gairah untuk melakukan hubungan seksual itu sendiri,” jelas Rena.
Adakah Hal Penting yang Perlu Diperhatikan dalam Hubungan Intim?

Rena menuturkan bahwa terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam hubungan intim, yakni:
Percaya diri
“Kita harus memiliki body image yang positif, sehingga pada saat melakukan hubungan seksual akan merasa percaya diri dan nyaman dengan diri kita sendiri,” tekannya.
“Jika kita tidak percaya diri, dan memiliki body image yang negatif, maka pada akhirnya kita tidak bisa menikmati hubungan intim itu sendiri. Karena kita sibuk dengan pikiran-pikiran negatif yang ada di kepala kita,” ujarnya.
Menjaga kesehatan
Selain itu kepercayaan diri, kesehatan organ-organ reproduksi dan kebersihan alat kelamin juga perlu diperhatikan. Hal ini tentunya akan membuat kita merasa nyaman ketika melakukan hubungan intim.
Mengetahui keinginan
“Supaya bisa melakukan hubungan dengan nyaman, tentunya kita juga harus mengetahui apa yang diinginkan dalam hubungan seksual. Misalnya bagian-bagian mana yang memudahkan kita untuk terstimulasi, sehingga merasa lebih bergairah dan pada akhirnya akan lebih termotivasi dan merasa nyaman,” tuturnya.
Untuk itu, penting untuk mengenal diri sendiri. Sehingga hal tersebut bisa disampaikan pada suami atau istri dan akhirnya, hubungan intim yang berkualitas itu dapat tercipta.
Adakah Frekuensi yang Ideal dalam Melakukan Hubungan Seksual?

Menurut Psikolog Klinis yang satu ini, sebaiknya “lebih baik mementingkan kualitas daripada kuantitas. Karena, jika kita lebih memikirkan kuantitas maka kita tidak tahu kualitas hubungan seksual itu seperti apa dan bagaimana perasaan kita,” ujarnya.
Namun, jika kita merasa hubungan seksual ini berkualitas, merasa nyaman, dan bahagia, “tentunya hal ini akan memotivasi kita untuk melakukan lagi hubungan seksual tersebut. Jadi memang sangat penting untuk memperhatikan kualitasnya, bukan hanya sekadar kuantitas,” imbuh Rena.
Ketika kita menetapkan target, seperti lima kali atau tiga kali dalam seminggu, pada akhirnya kita akan merasa bahwa itu merupakan suatu kewajiban.
“Jika kita tidak mementingkan kenyamanan, serta tidak merasa dicintai atau terpuaskan, maka akan memengaruhi emosi kita. Menurut saya yang penting adalah kualitas, dibanding dengan kuantitas atau frekuensi dalam menjalankan hubungan seksual,” tambahnya.
Benarkah Perasaan Intim Akan Berubah Setelah Beberapa Tahun Bersama?

Mengacu pada teori Sternberg tentang segitiga cinta, ketika menikah maka kita mengharapkan cinta yang terdiri dari 3 komponen, yakni intimacy, passion, dan komitmen.
“Hubungan seksual itu termasuk ke dalam passion. Di mana hal tersebut bisa berubah seiring dengan berjalannya waktu, kondisi pernikahan, dan bertambahnya usia,” terang Rena.
“Namun yang terpenting adalah bagaimana kedua belah pihak ini bisa tetap menimbulkan hasrat tersebut sesuai dengan porsinya masing-masing. Terkadang, semakin bertambahnya usia, maka passion akan berbeda dengan pasangan yang baru menikah. Tetapi bukan berarti pernikahannya mengalami masalah,” lanjutnya.
Karena menurut Rena, hal itu bisa dipengaruhi oleh faktor usia, kesibukan, dan fokus yang telah terbagi, sehingga akhirnya hasrat akan menurun. Tiga komponen dalam segitiga cinta ini tetap harus ada dalam hubungan suami-istri, sehingga pada akhirnya bisa menciptakan pernikahan yang berkualitas.
Apakah hubungan antara pasangan satu dengan pasangan lain akan sama?
“Untuk usia tertentu, hal ini akan berbeda-beda. Mungkin satu pasangan merasa tidak masalah melakukan hubungan seksual seminggu sekali, mereka tetap merasa bahagia. Tetapi ada pasangan lain yang berhubungan seksual selama 3-4 kali, dan mereka juga sangat bahagia,” jawabnya.
Bahkan, mungkin juga ada perbedaan keinginan melakukan hubungan seksual antara suami dan istri.
“Namun yang paling penting adanya bagaimana kita melakukan kompromi. Melakukan hubungan seksual dengan nyaman dan merasa bahagia, serta terpuaskan akan lebih baik dibanding kita mengejar berapa banyak melakukan hubungan seksual dengan pasangan,” sarannya.
Apa Saja Penyebab Turunnya Frekuensi dalam Hubungan Intim?

Tentunya hal ini disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah
- Usia
- Kesibukan
- Kesehatan fisik
- Kesehatan mental
“Jadi untuk kesehatan fisik, ada baiknya kita menjaga tubuh agar tetap sehat. Sehingga kita juga merasa termotivasi, semangat, dan terstimulus untuk melakukan hubungan seksual. Kita juga bisa merasa puas dan mendapatkan hubungan yang berkualitas karena otot-otot berkembang dengan baik. Hal ini tentu berpengaruh pada perkembangan emosi dan kualitas itu sendiri,” jelasnya.
Bagaimana Cara Meningkatkan Keintiman dalam Berhubungan?

Psikolog Klinis yang satu ini menjelaskan bahwa berhubungan seksual tidak hanya semata-mata hubungan intim antara suami-istri, tetapi butuh juga kedekatan, merasa saling menyayangi, menghargai, dan mendukung.
Karena perasaan-perasaan dekat secara emosional dapat memengaruhi munculnya hasrat untuk melakukan hubungan seksual itu sendiri.
“Kalau kita belum bicara mengenai hubungan seksual, misalnya melakukan kissing, itu juga sangat dipengaruhi dengan bagaimana kita merasa dekat dan dicintai oleh pasangan. Kalau misalnya kita merasa pasangan tidak mencintai kita dan menghargai, atau banyak konflik yang belum terselesaikan, biasanya kita ingin duduk bersebelahan saja juga terkadang rasanya malas,” paparnya.
Untuk meningkatkan intimacy dalam hubungan pernikahan, maka dapat dilakukan dengan beberapa cara. “Misalnya dengan meningkatkan perilaku atau sikap yang menunjukkan bahwa saling sayang, menghargai, dan melakukan komunikasi terbuka,” imbuhnya.
“Jadi segala sesuatu hal bisa dibicarakan, termasuk hubungan seksual. Seperti ‘Apa sih yang sebenarnya saya inginkan dari hubungan seksual, saya tuh lebih merasa terstimulus jika kamu melakukan apa’, sehingga akan lebih mudah bagi pasangan untuk meningkatkan stimulus kita,” saran Rena.
Begitu juga sebaliknya, kita harus mengenal diri kita. Serta bagian-bagian mana yang ketika diberikan stimulus maka akan memberikan sensasi dan membuat kita menjadi lebih bergairah untuk melakukan hubungan seksual.
“Jangan malu-malu untuk mengutarakan perasaan dan pendapat kita mengenai hubungan seksual tersebut. Sehingga pada akhirnya kita bisa mendapatkan hubungan seksual yang berkualitas. Selain itu juga body image dan kepercayaan diri itu penting sekali. Sehingga saat kita melakukan hubungan seksual, kita melakukannya dengan suka cita,” tambahnya.
“Jika kita merasa malu dan merasa ‘Aduh kok badanku kaya gini’, ‘Aduh ada bekas luka di sini, malu dilihat oleh pasangan’, maka pada akhirnya membuat kita tidak menikmati hubungan seksual tersebut. Kalau kualitasnya tidak baik, maka akan memengaruhi perasaan kita dan pasangan,” tutur Rena.
Kesimpulan

Kedekatan, komunikasi, kepercayaan diri, dan body image merupakan hal penting yang perlu diperhatikan agar kita bisa mendapatkan hubungan seksual yang berkualitas.
“Kalau misalnya kita merasa pernikahan memiliki kualitas yang baik, hubungan dengan pasangan baik, tentunya akan menambahkan perasaan dekat dengan pasangan,” ujar Psikolog Klinis yang satu ini.
“Percaya diri, bangun self image yang positif, dan komunikasi, merupakan kunci. Kalau kita bisa terbuka mengenai seksualitas, kita akan mampu menciptakan hubungan seksual yang berkualitas dengan suami atau istri kita. Jadi yuk, kita komunikasikan hal-hal apapun termasuk seksualitas, sehingga kita bisa terbuka dan mendapatkan hubungan seksual yang memuaskan kedua belah pihak,” saran Rena.