Sering merasa emosi, muncul jerawat, dan nyeri pada payudara, sering kali hal tersebut kamu alami ketika menjelang masa menstruasi. Kondisi yang akrab dengan istilah PMS ini mungkin sering kamu ucapkan atau bahkan dijadikan alasan untuk meluapkan emosi. Namun, tahukah kamu arti PMS sesungguhnya? Apa perbedaannya dengan PMDD?
Untuk menemukan jawabannya, simak penjelasan dr.Fita Maulina, SpOG, Spesialis Kandungan dan Kebidanan dari RSUD Kramat Jati, RSIA Budhi Jaya, dan Klinik Budi Pratama (Gedong) ini akan membahas arti PMS dan cara mengatasinya.
Apa Arti PMS?

Menurut Dokter Fita, arti PMS atau sindrom pramenstruasi adalah “gejala-gejala yang dialami wanita sebelum memasuki masa menstruasi. Gejala tersebut berupa perubahan fisik, perubahan perilaku, dan perubahan emosi,” paparnya.
Premenstrual syndrome (PMS) merupakan kondisi yang wajar terjadi. “Umumnya, gejala ini akan muncul 1-2 minggu sebelum hari pertama menstruasi setiap bulannya. Akan tetapi, tingkat keparahan gejala yang muncul akan berbeda-beda pada setiap wanita, Mulai dari (gejala) ringan seperti kelelahan, hingga gejala yang lebih parah seperti depresi,” jelasnya.
Mengapa Kita Bisa Mengalami PMS?

Dokter Fita menuturkan bahwa penyebab PMS belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang diduga dapat memicu terjadinya PMS, yaitu:
Perubahan hormon
Terjadi naik turunnya hormon tertentu pada wanita yakni hormon estrogen dan progesteron yang dapat memicu terjadinya PMS. “Hal ini akan hilang jika wanita mengalami kehamilan atau telah menopause,” ungkapnya.
Perubahan zat kimia di otak
Naik turunnya serotonin atau zat kimia di otak yang mengatur suasana hati, juga dapat memicu terjadinya PMS. “Kurangnya jumlah serotonin di otak dapat menyebabkan perubahan emosi seperti rasa gelisah yang berlebihan,” lanjutnya.
Apa Saja Gejala dari PMS?

Pada dasarnya, “gejala PMS yang dialami setiap wanita dapat berbeda-beda dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi,” tegas Dokter Fita.
Gejala fisik
Terdapat gejala fisik yang bisa dialami ketika PMS, yakni:
- Rasa nyeri pada payudara
- Berat badan bertambah
- Sakit kepala
- Pembengkakan pada tangan atau kaki
- Nyeri otot
- Kram perut
- Perut kembung
- Tumbuh jerawat
Gejala perilaku
Sementara itu, terdapat beberapa gejala perubahan perilaku, seperti:
- Mudah lupa
- Gampang lelah
- Sulit berkonsentrasi
- Nafsu makan meningkat
Perubahan emosi
Selain itu, terdapat perubahan emosi yang dapat terjadi, di antaranya adalah:
- Mood swing (mudah marah dan menangis)
- Rasa gelisah yang berlebihan
- Insomnia
- Gairah seks meningkat
- Depresi
Lantas, mengapa tingkat keparahan gejala PMS akan berbeda-beda pada setiap wanita?
“Tingkat keparahan gejala PMS akan berbeda-beda karena tiap perempuan juga mengalami tingkat perubahan hormon yang berbeda,” jawabnya.
Bagaimana Cara Mendiagnosis PMS?

Untuk mendiagnosis PMS, “dokter akan melakukan tanya jawab mengenai keluhan yang dialami oleh pasien. Sejak kapan keluhan itu dirasakan dan bagaimana siklus menstruasi pasien. Catatan siklus menstruasi pasien akan sangat dibutuhkan untuk mendiagnosis PMS,” tuturnya.
Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik terutama pada bagian munculnya keluhan, seperti payudara dan perut.
“Diagnosis PMS umumnya tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang apa pun. Namun, di kasus tertentu, dokter mungkin perlu melakukan pemeriksaan penunjang, seperti tes fungsi tiroid untuk memastikan bahwa gejala yang dialami bukan disebabkan oleh kondisi lain,” terangnya.
Pada umumnya, Dokter Fita menuturkan bahwa gejala PMS bisa hilang dengan sendirinya ketika sudah mulai memasuki fase menstruasi. “Namun kamu perlu melakukan pemeriksaan ke dokter jika gejala PMS dirasa sudah sangat mengganggu atau berlangsung secara terus-menerus dan tidak kunjung membaik,” sarannya.
Bagaimana Cara Mengatasi PMS yang Dialami?

Menurut Spesialis Kebidanan dan Kandungan yang satu ini, terdapat beberapa metode pengobatan yang dapat digunakan untuk menangani PMS, yaitu:
- Obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), seperti ibuprofen atau naproxen, untuk meredakan gejala fisik, seperti nyeri di perut, kepala, atau payudara.
- Obat antidepresan, seperti fluoxetine atau paroxetine, untuk meredakan gejala emosi atau perubahan suasana hati.
- Serta, obat diuretik seperti spironolactone yang berfungsi untuk meringankan gejala perut kembung.
Selain penggunaan obat-obatan, gejala PMS juga dapat diredakan dengan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat, seperti:
- Melakukan aktivitas fisik atau berolahraga secara rutin
- Mengonsumsi makanan yang bergizi
- Membiasakan tidur 7–9 jam per hari
- Menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol
- Melakukan relaksasi
Lalu, bisakah kita mencegah munculnya gejala PMS?
“Mengingat penyebab PMS tidak diketahui secara pasti, maka kondisi ini pun sulit untuk dicegah. Upaya terbaik yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya PMS adalah mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat,” jawabnya.
Bagaimana dengan PMDD, Apakah Berbeda dengan PMS?

Arti PMS adalah bila mengalami sejumlah kondisi kesehatan di sekitar waktu yang sama pada setiap bulan dan hilang dengan sendirinya begitu menstruasi dimulai.
“Namun, jika gejala PMS yang dialami sangat ekstrem sampai menghalangi untuk melanjutkan aktivitas di hari itu, atau bila gejala PMS sampai mengganggu hubungan sosialisasi dengan orang-orang di sekitar, sangat mungkin mengalami yang disebut premenstrual dysphoric disorder (PMDD),” papar Dokter Fita.
Menurutnya, PMDD adalah bentuk dari arti PMS yang lebih parah. Di mana gejala kemarahan, lekas marah, dan ketegangan internal cukup signifikan untuk mengganggu hubungan pribadi dan kehidupan sehari-hari.
“Wanita dengan PMDD akan mengalami perubahan suasana hati yang cepat, kemarahan, keputusasaan, ketegangan dan kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, penurunan energi, dan perasaan tidak terkendali,” tuturnya.
PMS terjadi pada 3-8 persen wanita sementara PMDD memengaruhi 2 persen wanita di dunia. “Baik PMS maupun PMDD terjadi karena neurotransmiter otak yang berubah, termasuk hormon serotonin, dan juga hormon ovarium yaitu estrogen dan progesterone,” imbuhnya.
“Penyebab PMDD masih belum jelas. Namun diduga disebabkan karena perubahan hormonal yang memicu periode menstruasi memperburuk gejala gangguan mood pada PMDD,” kata Dokter Fita.
Bagaimana dengan Gejala PMDD?

“Sekilas PMS dan PMDD mungkin tampak sama karena memiliki banyak kesamaan gejala. Namun, PMS dan PMDD memiliki perbedaan dalam beberapa hal,” ujarnya,
Depresi
Ketika mengalami PMS, perempuan mungkin merasa sedih dan tertekan. Namun, bila mengalami PMDD maka kesedihan yang dialami sangat ekstrem, sehingga sampai merasa putus asa, bahkan mungkin berpikir untuk mencoba bunuh diri.
Kegelisahan
Saat mengalami PMS, perempuan mungkin juga bisa merasa cemas. Akan tetapi, saat mengalami PMDD, tingkat kecemasan yang dirasakan dapat lebih parah dari PMS.
Perubahan suasana hati
PMS dapat membuat suasana hati perempuan berubah-ubah. Saat ini merasa sangat senang, tetapi di menit berikutnya, bisa marah-marah dan mudah menangis.
“Namun, pada kasus PMDD, perubahan suasana hati yang dirasakan bisa jauh lebih parah. Perempuan dapat menjadi sangat marah dan cenderung jengkel pada hal-hal yang biasanya tidak mengganggu. Bisa juga sampai berkelahi, meskipun sebelumnya tidak pernah berkelahi,” paparnya.
Perasaan tentang hidup
Bila perempuan mengalami PMS dan merasa tertekan, biasanya hanya akan berhenti sejenak dari rutinitas yang biasanya dilakukan. Namun, bila mengalami PMDD, maka perempuan bisa sampai tidak peduli lagi dengan pekerjaan, hobi, teman-teman dan keluarga, atau apapun yang justru dapat membuat suasana hatinya kembali membaik.
Bagaimana Cara Mengatasi PMDD?

Biasanya, gejala PMS ringan masih bisa diatasi sendiri dengan melakukan beberapa perubahan gaya hidup seperti berolahraga, perubahan pola makan, tidur yang cukup, serta mengelola stres. Bahkan “beberapa wanita mungkin perlu mengonsumsi obat bebas atau yang diresepkan oleh dokter,” katanya.
Namun ketika mengalami PMDD, “perubahan gaya hidup mungkin dapat sedikit membantu, tetapi dokter juga akan meresepkan obat untuk meredakan gejalanya,” ungkap Dokter Fita
Terdapat dua jenis obat yang sudah terbukti mampu mengurangi gejala pada wanita dengan PMDD, yakni:
Antidepresan SSRI
Karena PMDD dapat memengaruhi suasana hati dan bisa menyebabkan depresi, “Dokter sering meresepkan selective reuptake inhibitor (SSRI), seperti fluoxetine atau paroxetine. Ini adalah antidepresan yang memengaruhi zat kimia di otak yang disebut serotonin. Obat ini dapat membantu meringankan banyak gejala PMDD yang memengaruhi suasana hati,” paparnya.
Pil KB
Obat ini dapat mencegah untuk berovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium setiap bulan) yang kemungkinan dapat mengurangi gejala PMDD. Pil KB sering membantu menghilangkan gejala fisik, seperti sakit dan nyeri.
Selain cara tersebut, tatalaksana yang dapat dilakukan menurut Dokter Fita adalah:
Suplemen nutrisi
Mengonsumsi makanan dan kalsium tambahan setiap hari dapat mengurangi gejala PMS dan PMDD pada beberapa wanita. “Vitamin B-6, magnesium dan L-triptofan juga dapat membantu, tetapi konsultasikan dengan dokter untuk meminta nasihat sebelum mengonsumsi suplemen apa pun,” sarannya.
Perubahan pola makan dan gaya hidup
Olahraga teratur sering kali dapat mengurangi gejala pramenstruasi. Mengurangi kafein, menghindari alkohol, dan berhenti merokok juga dapat meredakan gejala.
Selain itu, “tidur yang cukup dan menggunakan teknik relaksasi, seperti perhatian, meditasi, dan yoga, juga dapat membantu. Hindari pemicu stres dan emosional, seperti pertengkaran tentang masalah keuangan atau masalah hubungan, jika memungkinkan,” anjurnya.
“Tinjau gejala dengan dokter untuk mendapatkan evaluasi medis menyeluruh. Jika didiagnosis dengan PMDD, dokter dapat merekomendasikan perawatan khusus untuk membantu meminimalkan gejala,” tambahnya.
Kesimpulan

Wanita yang mengalami PMS ringan kemungkinan tidak memerlukan bantuan dokter untuk mengatasi kondisi tersebut. Namun, jika seseorang mengalami PMDD, mungkin perlu menemui dokter untuk mengatasi kondisinya.
“Hal terpenting adalah mengenali diri dengan baik. Bila gejala-gejala yang dialami membuat kualitas hidup terganggu (termasuk pekerjaan, hubungan sosial, atau bahkan sampai merasakan gejala berat seperti depresi berat, gelisah, dan lainnya), maka diharapkan berobat ke dokter untuk dievaluasi lebih lanjut dan diagnosis pasti hingga sampai tatalaksananya,” saran Dokter Fita.